Bersepeda 113 km tanpa Bonk atau Kehabisan Tenaga

Seperti saya tulis di Bonk atau Kehabisan Tenaga: Penjelasan dan Pencegahan, seminggu yang lalu saya bersepeda touring Surabaya – Kediri sejauh 113 km, dan singkat kata saya bonk, atau kehabisan tenaga, sehingga jarak sejauh itu saya tempuh dalam 7 jam lebih dengan sangat susah payah. Pengalaman tersebut membuat saya mencari tahu tentang kondisi kehabisan tenaga atau bonk ini dan menuliskannya dalam artikel itu.

Setelah itu saya jadi penasaran dan ingin mencoba touring lagi. Kebetulan hari Sabtu dari Surabaya ada mobil yang bisa saya tumpangi pulang, dan saya juga butuh beli hardisk SSD ke THR, jadilah ada alasan untuk gowes Kediri – Surabaya. Kebetulan hari Sabtu ini juga bersamaan dengan penyelenggaraan event Lombok Audax, yaitu gowes 300 km dalam sehari yang saya pengen banget ikut tapi belum berani, jadi itung-itung saya bersepeda bisa membayangkan kesengsaraan rekan-rekan goweser yang ikut event itu. 😀

Sesuai dengan tips-tips yang saya tulis di artikel bonk itu, kali ini saya merencanakan perjalanan dengan lebih hati-hati. Dimulai dengan beberapa hari sebelum hari H.

H-2: Gowes Rutin

“Menu”-nya adalah menu rutin ke Selopanggung, sebuah dataran tinggi di barat kota Kediri dan tujuan favorit goweser sini. Jaraknya 42 km bolak-balik dari rumah, dan naik bukit dengan elevasi 350m (4.5 km dengan kemiringan rata-rata sekitar 5% dan maksimum 18%). Saya sedikit terlalu “bersemangat” hari itu, sampai-sampai detak jantung mencapai 182, atau 101% dari maksimal! Tapi tidak masalah karena saya sudah periksakan jantung ke dokter jantung.

H-1: Istirahat dan Makan yang Lebih Banyak

Hari ini saya rencanakan untuk istirahat. Porsi makan sedikit lebih banyak dari biasanya, mungkin sekitar 20% lebih banyak, selain untuk persiapan, juga karena semenjak gowes Surabaya – Kediri jadi suka lapar terus ya. 😀

Persiapan Perangkat

Saya siapkan yang harus saya bawa sebelum tidur, biar waktu lebih efisien besok pagi. Hal yang wajib dibawa adalah lampu depan dan belakang, ban serep, pocket tool, power bank untuk HP, botol minum 2x, sunscreen, dan barang-barang yang nanti akan saya kenakan seperti kacamata hitam, helm, dan arm sleeve. Bawa juga kamera saku dan gorillapod buat jaga-jaga. Barang-barang saya masukkan ke tas pinggang.

Berangkat

Tepat jam 3 alarm HP berbunyi. Masih terasa mengantuk, alarm saya tunda 5 menit lagi. Sempat terasa gamang juga untuk melakukan touring ini, mengingat badan rasanya kurang segar. Tapi akhirnya saya bulatkan tekad, saya harus mencoba ini. Saya pun bangun, alarm saya matikan.

Saya selesaikan urusan rutin di kamar mandi, dan saya hangatkan sayur dan lauk untuk sarapan karena belum ada yang bangun. Setelah itu sarapan. Akhirnya semua persiapan selesai kira-kira jam 4. Setelah adzan Subuh, jam 4:15 pun perjalanan dimulai.

Menjaga Intensitas dan Ritme

Target kecepatan rata-rata saya 22.5km/jam. Kecepatan ini saya pikir pas buat saya, karena detak jantung saya akan berada di zona 2 yaitu aerobik atau endurance. Pada zona ini, sumber energi banyak berasal dari pembakaran lemak (karena itu zona ini juga disebut fat burning zone), sehingga kita bisa beraktivitas untuk durasi yang lama . Disamping itu, 22.5km/jam adalah kecepatan standar untuk event audax, jadi sambil bisa mengukur diri juga apakah saya sudah layak untuk ikut event-event audax yang sekarang marak diselenggarakan di negeri kita.

Ini yang saya harus disiplin. Kadang kalau sedang melamun, kecepatan bisa bertambah sendiri tanpa saya sadari. Atau misalnya ada kendaraan yang menyalip dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi, maka biasanya saya akan tergoda untuk mengikutinya dari belakang (drafting). Hal-hal begini yang bisa mengakibatkan penggunaan energi menjadi tidak efisien dan bisa-bisa bonk di belakang.

Pit Stop 1: Melemaskan Otot, Makan Cemilan, dan Menjaga Hidrasi

Jam 5:37 sampai di Ngoro, kilometer menunjukkan 30 km dari start, saya rasa ini waktunya untuk pit stop sebentar. Saya rencanakan untuk pitstop tiga kali, setiap kurang lebih 30 km. Saya pun membuka cemilan yaitu Fitbar Fruit yang saya beli lama sekali sehingga mungkin hampir expired.

Selama perjalanan, saya juga disiplin menjaga hidrasi. Trik saya adalah, saya minum 2-3 teguk setiap saya ingat kalau saya harus minum (realitasnya, ini terjadi kira-kira setiap 10-15 menit, atau sekitar 3-5km). Di pitstop pertama ini, saya cek botol air dan isinya tinggal sedikit. Bagus, berarti saya disiplin minum. Saya habiskan sisanya, jadi berarti saya sudah habis 700 ml sampai sekarang. Cukup pas bagi saya. Tapi saya jadi kebelet pipis. Ya bagus sih, berarti badan kita nggak kekurangan air. Dan dengan pipis, kita bisa cek apakah kita dehidrasi atau tidak. Selain dari volume, kita bisa cermati warnanya. Semakin warnanya oranye, itu tandanya kita semakin dehidrasi. Semakin bening semakin bagus. Singkat kata, syukurlah saya tidak dehidrasi.

Untuk air minumnya, kalau untuk olah raga berat atau lama yang mengeluarkan banyak keringat, jangan pakai air putih. Pakailah minuman olah raga (sports drink) yang bisa mengganti ion-ion yang dibuang tubuh ketika berolah-raga. Ini bukan termakan iklan, tapi memang benar kok. Selama berkeringat, tubuh mengeluarkan ion-ion seperti sodium dan potasium, jadi kalau kita minum air putih, itu akan membuat konsentrasi ion-ion kita semakin rendah karena terdilusi dan mengakibatkan dehidrasi. Saya sendiri memakai Pocari Sweat, tapi tidak ada alasan khusus saya pilih ini dan lain kali mungkin saya akan ganti ke yang lain kalau saya sudah pelajari kandungan nutrisi yang lain.

Setelah 15 menit berhenti, saya pun melanjutkan perjalanan. Pitstop berikutnya adalah sarapan di Mojokerto.

Rawon ini cukup enak, dagingnya empal disuwir-suwir. Yang jelas, porsinya banyak banget, cocok untuk goweser! (Posisi: kompleks alun-alun Mojoagung bagian timur. GPS: -7.5696,112.345644)

Rawon Rasobo, yang terlewati perjalanan. Tapi saya nggak mampir, karena sudah berencana untuk sarapan di rawon depot Anda di Mojokerto. Rawon Rasobo ini cukup enak, dagingnya empal disuwir-suwir. Yang jelas, porsinya banyak banget, cocok untuk gowes jarak jauh! (Lokasi: kompleks alun-alun Mojoagung, bagian timur. GPS: -7.5696, 112.345644)

Pit Stop 2: Depot Anda

Jam 7:30, kilometer Endomondo menunjukkan 64, saya sampai di depot Anda, Mojokerto. Semua yang sering lewat Mojokerto pasti tahu depot Anda. Kalau belum tahu, wah rugi banget karena masakannya top markotop. Silakan Anda cari di internet reviewnya, salah satunya di sini. Dan ini yang saya cari:

Rawon Anda yang terkenal itu. Selain rawon, yang ngetop lagi di sini adalah sop buntut, tapi saya sendiri belum pernah nyoba karena saya selalu pesan rawon. Terakhir saya ke sini sekitar 2006, waktu itu restorannya belum dibangun sebagus sekarang. Tapi saya ingat rawonnya enak sekali. Kemarin pas ke sini, ternyata kok rawonnya tidak seenak yang saya bayangkan ya. Masih kalah sama Nguling, rawon no. 1 saya.  Depot Anda sekarang sudah buka di bypass Mojokerto, sehingga anda tidak perlu detour ke kota untuk menikmati depot Anda. Tapi kayaknya kurang afdol ya kalau tidak di sumbernya (Lokasi: Jl. Bhayangkara 26 Mojokerto. Sebelah stasiun. GPS: -7.471945,112.434554)

Rawon Anda yang terkenal itu. Selain rawon, yang ngetop lagi di sini adalah sop buntut, tapi saya sendiri belum pernah menoba karena saya selalu pesan rawon. Terakhir saya ke sini sekitar 2006, waktu itu restorannya belum dibangun sebagus sekarang. Tapi saya ingat rawonnya enak sekali. Kemarin pas ke sini, ternyata kok rawonnya tidak seenak yang saya bayangkan ya. Masih kalah sama Nguling, rawon no. 1 saya. Depot Anda sekarang sudah buka di bypass Mojokerto, sehingga anda tidak perlu detour ke kota untuk menikmati depot Anda. (Lokasi: Jl. Bhayangkara 26 Mojokerto. Sebelah stasiun. GPS: -7.471945,112.434554)

Puas sekali bisa ke sini lagi setelah sekian lama, tapi sayang rawonnya tidak sesuai dengan khayalan saya. Rawon Nguling (yang di Nguling) tetap rawon no 1 saya. Oh ya sepiring rawon harganya Rp. 26 ribu, agak mahal memang, tapi di Nguling harganya kurang lebih ya segitu.

Saya berhenti setengah jam di sini. Botol minum kedua saya sudah habis juga. Bagus karena berarti saya disiplin minum. Sempat ke toilet juga (bagus toiletnya), dan “cek urine” hasilnya bagus, saya tidak dehidrasi.

Saya pun melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya Krian.

Pit stop 3: Krian

Langit biru cerah, hanya berarti satu untuk goweser: matahari bersinar terik! Jam menunjukkan pukul 9 pagi, dan teriknya matahari sudah lumayan membuat muka panas. Ketika saya berhenti di keteduhan untuk membalas sebuah sms, baru saya sadar betapa panasnya badan saya karena terpanggang. Bagus lah saya berteduh sebentar biar badan dingin.

Ketika saya mau minum, saya baru sadar kalau persediaan minum saya habis. Cuman sisa 1-2 teguk yang langsung habis. Cari mini market ngga ketemu-ketemu, baru nemu di kilometer 84. Saya pun berhenti di situ. Beli Pocari 2 botol, 900mm dan 300mm untuk diminum dan bekal. Berhubung sudah sejam dari pit stop terakhir di depot Anda, saya pikir sudah cukup saatnya untuk berhenti, jadi saya pun berhenti agak lama di sini (nggak lama-lama juga sih, 10 menit-an), sekalian membalas BBM teman yang nanya saya pergi ke mana.

Saya lanjutkan perjalanan. Saya nggak berencana berhenti lagi sih, karena kira-kira sudah tinggal 30 kiloan lagi. Rute Krian sampai Waru ini bakal agak-agak ruwet, jadi saya mesti ekstra waspada.

Situasi Jalan

Saya belum menceritakan situasi di jalan ya. Untuk lebih detilnya, saya tulis di artikel yang lain agar artikel ini tidak terlalu panjang: Laporan Rute: Kediri – Pare – Ngoro – Mojoagung – Mojokerto Kota – Krian – Waru – Surabaya (114 km)

Surabaya, Finish

Di Surabaya sudah jam 10-an, matahari panas. Cuaca panas adalah musuh bebuyutan saya, karena bikin saya migrain, dan waktu itu migrainnya sudah mulai muncul. Karena itu saya mulai tidak sabar dan memacu sepeda serta bermanuver di jalan. Saya pengen cepat sampai.

Singkat kata, akhirnya saya sampai di tujuan, yaitu di daerah Gubeng. Endomondo menunjukkan jarak total 114 km ditempuh dalam 5 jam kurang satu menit, dengan kecepatan rata-rata 22.9 km/jam. Cukup sesuai dengan rencana semula yaitu 22.5 km/jam. Dan walaupun tentunya capek, saya tidak merasa “habis” atau bonk.

Saya rasa percobaan saya kali ini cukup sukses.

Analisis Data Perjalanan

Berikut adalah tangkapan layar dari Endomondo untuk perjalanan ini (maaf gambarnya buram karena saya simpan JPEG nya dengan kualitas hanya 60 untuk mengecilkan ukuran).

Satistik Endomondo

Satistik Endomondo. Klik untuk melihat workout di situs Endomondo.

Selain jarak dan kecepatan rata-rata, yang paling saya lihat dari statistik di atas adalah distribusi detak jantung (bagian kanan dari tampilan). Terlihat mayoritas waktu saya ada di zone 2 (Endurance) atau kurang, yaitu 85% dari total waktu. Sisanya 43 menit di zone 3, ini masih oke, karena ini kemungkinan disebabkan oleh terik matahari dan ketika memacu dan bermanuver di Surabaya.

Kesimpulannya, statistiknya bagus. Saya menghabiskan sebagian besar waktu di fat burning zone alias membakar lemak (teori aja sih, prakteknya kayaknya gak ada yang terbakar tuh lemak), dan selama perjalanan saya tidak terlalu ngoyo. Ini mungkin faktor utama kenapa saya tidak merasa bonk atau “habis” sesampainya di finish.

Lihat perbedaannya dengan statistik dari perjalanan minggu lalu (Surabaya – Kediri) yang membuat saya bonk:

Statistik Endomondo. Klik untuk ke situs Endomondo.

Statistik Endomondo. Klik untuk melihat workout di Endomondo.

Dari statistik, terlihat saya bersepeda lebih cepat, dengan kecepatan rata-rata minggu lalu 24.8 km/jam, dibanding 22.9 km/jam kali ini. Kecepatan maksimum minggu lalu juga 47.3 km/jam, dibanding 33.1 km/jam kali ini. Gara-garanya? Drafting di belakang truk! Saya ingat di gowes itu tiga kali saya drafting di belakang truk.

Akibatnya terlihat jelas di distribusi detak jantung, yaitu terlihat sebagian besar (76%) ada di zona 3 ke atas. Zona 3 adalah zona tanggung, karena endurance bukan tapi berat juga bukan. Kalau training, biasanya zona ini dihindari karena untuk endurance dia kurang bermanfaat (karena terlalu cepat), tapi untuk penguatan juga kurang bermanfaat (karena kurang cepat). Oleh karena itu dia disebut zona tak bertuan (no man’s land). Zona 4 adalah zona olah raga berat (disebut zona lactate threshold), misalnya naik tanjakan, sedangkan zona 5 adalah VO2 max boosting yang biasanya untuk sprint. Dengan statistik seperti itu, bisa saya mengerti kenapa saya bonk, yaitu saya tidak disiplin menjaga efisiensi energi. Disamping itu saya teringat kalau saya tidak memperhatikan hidrasi, dan saya tidak memberikan asupan energi dengan baik sebelum dan selama aktivitas.

Kesimpulan

Kita bisa menghindari bonk dengan merencanakan dan mengelola aktivitas gowes jarak jauh kita secara lebih detil dan disiplin. Cara-cara yang saya lakukan sudah saya utarakan di atas, dan saya yakin masing-masing sedikit banyak membantu penanggulangan bonk ini.

Buat saya ini merupakan pencapaian yang penting, karena untuk pertama kalinya saya bersepeda di atas 100 km tanpa bonk, dan lebih bagus lagi karena kali ini saya lakukan dengan terstruktur. Sekarang saya mempunyai landasan atau patokan tentang kekuatan saya, sehingga selanjutnya saya “tinggal” meningkatkan kemampuan saya tersebut, baik dengan bersepeda lebih jauh atau lebih cepat (atau keduanya).

Catatan:

Walaupun bonk sudah teratasi, saya masih menyisakan satu masalah besar, yaitu migrain yang sering muncul kalau bersepeda berat atau jauh. Ini terjadi juga di gowes kali ini, kepala saya pusing sepanjang hari dan baru reda setelah saya sempat tidur di perjalanan pulang dari Surabaya. Nanti akan saya coba bikin artikel tersendiri tentang ini. Disamping itu, ada masalah lain yaitu penat, linu, dan kadang kram di otot gluteus maximus, alias pantat. Mungkin karena sadel yang keras atau apa, akan saya selidiki di lain waktu.

Semoga sedikit berbagi saya bisa berguna. Tetap semangat gowes dan hati-hati di jalan.

3 komentar di “Bersepeda 113 km tanpa Bonk atau Kehabisan Tenaga

  1. Ping balik: Laporan Rute: Kediri – Pare – Ngoro – Mojoagung – Mojokerto Kota – Krian – Waru – Surabaya (114 km) | gowes.info

  2. Ping balik: “Bonk” atau Kehabisan Tenaga: Penjelasan dan Cara Mencegah | gowes.info

Tinggalkan komentar